BRIN & Jepang Kolaborasi Ciptakan Bahan Bakar Pesawat Ramah Lingkungan dari Kelapa
LiveNews – Dalam langkah strategis yang berpotensi mengubah lanskap energi terbarukan Indonesia, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Green Power Development Corporation of Japan (GPDJ) dan PT ABE Indonesia Berjaya. Kemitraan trilateral ini bertujuan untuk mengembangkan industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur, langkah signifikan menuju penerbangan yang lebih ramah lingkungan dan diversifikasi ekonomi Indonesia.
Kerjasama ini muncul di tengah tekanan global yang semakin meningkat untuk mengurangi emisi karbon di sektor penerbangan. Menurut data International Air Transport Association (IATA), industri penerbangan menyumbang sekitar 2% dari emisi karbon global. Dengan pertumbuhan lalu lintas udara yang diproyeksikan mencapai 5% per tahun dalam dekade mendatang, kebutuhan akan solusi berkelanjutan seperti SAF menjadi semakin mendesak.
Proyek yang kini memasuki tahap pembangunan pabrik di Banyuasin, Sumatera Selatan, merupakan kulminasi dari tiga tahun riset intensif yang melibatkan kolaborasi antara Indonesia Japan Business Network (IJBNet), GPDJ, dan BRIN.
Baca juga Maksimalkan Efisiensi dengan Teknologi Deteksi Kebocoran
Proses pengembangan proyek ini mencakup tiga fase: fase riset (2021-2023) yang melibatkan studi kelayakan, analisis bahan baku, dan pengembangan proses produksi; fase pilot (2023-2024) dengan pembangunan fasilitas produksi skala kecil untuk uji coba dan optimasi proses; dan fase implementasi (2024-sekarang) yang melibatkan pembangunan pabrik skala komersial dengan kapasitas produksi penuh. Fokus utama proyek ini adalah menghasilkan bahan bakar pesawat yang lebih berkelanjutan, dengan target pengurangan emisi karbon hingga 80% dibandingkan bahan bakar fosil konvensional.
Inovasi utama proyek ini terletak pada penggunaan kelapa non-standar sebagai bahan baku utama. Kelapa non-standar mencakup kelapa yang terlalu tua (>12 bulan), berukuran sangat kecil (diameter <10 cm), sudah bertunas, mulai membusuk atau berjamur, serta kelapa yang pecah atau rusak fisik.
Penggunaan kelapa non-standar membawa beberapa keuntungan signifikan seperti efisiensi sumber daya dengan memanfaatkan sekitar 30% produksi kelapa yang sebelumnya dianggap limbah, tidak bersaing dengan industri pangan sehingga menghindari dilema “makanan vs bahan bakar,” dan mendapatkan pengakuan internasional dengan dimasukkannya ke dalam positive list oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), memberikan legitimasi global.
Proyek ini diharapkan memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya global mencapai pembangunan berkelanjutan dan karbon netral, serta memanfaatkan sekitar 30% kelapa non-standar yang selama ini kurang termanfaatkan. PT ABE Indonesia Berjaya akan menggunakan teknologi mesin traceability system buatan lokal dalam proses produksinya, dengan target produksi 100 ton Crude Coconut Oil (CCO) per hari dari bahan baku kelapa non-standar.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menekankan pentingnya implementasi yang baik dari kerja sama ini dan berharap kemitraan ini mencakup transfer teknologi dan pengetahuan antar kedua negara. Proyek ini diharapkan memberi dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa Indonesia, meningkatkan pendapatan petani dan devisa negara.
Lebih jauh lagi, ini menandai langkah penting dalam upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil di sektor penerbangan. Dengan inovasi ini, Indonesia memposisikan dirinya sebagai pemain kunci dalam pengembangan energi terbarukan untuk industri penerbangan, sambil memberikan nilai tambah pada sumber daya alamnya yang melimpah.
Dampak Penggunaan Kelapa untuk Bioavtur
Dampak proyek ini dapat dilihat dari beberapa aspek:
- Kontribusi lingkungan dengan potensi penurunan emisi CO2 hingga 165.000 ton per tahun berdasarkan kapasitas produksi yang ditargetkan dan siklus karbon yang lebih tertutup dibandingkan bahan bakar fosil;
- Peluang ekonomi dengan pemanfaatan sekitar 5,4 juta ton dari total produksi kelapa Indonesia yang mencapai 18 juta ton per tahun, peningkatan nilai ekonomi kelapa non-standar dari Rp 1.000/kg menjadi Rp 5.000/kg sebagai bahan baku bioavtur, dan
- Estimasi penciptaan 5.000 lapangan kerja langsung dan tidak langsung dari proyek ini;
- Inovasi teknologi dengan pengembangan sistem pelacakan berbasis blockchain oleh PT ABE Indonesia Berjaya untuk memastikan transparansi dan kualitas bahan baku, serta penggunaan AI dan machine learning untuk mengoptimalkan proses produksi dan meningkatkan yield; dan kapasitas produksi dengan target jangka pendek 100 ton Crude Coconut Oil (CCO) per hari, proyeksi jangka panjang peningkatan kapasitas hingga 1.000 ton CCO per hari dalam 5 tahun, dan kontribusi terhadap kebutuhan SAF dengan potensi memenuhi 5% kebutuhan SAF global pada tahun 2030.
Tantangan yang dihadapi dalam proyek ini meliputi stabilitas pasokan bahan baku dengan fluktuasi produksi kelapa akibat faktor cuaca dan hama, kompetisi harga dengan bahan bakar konvensional yang masih lebih tinggi dibandingkan avtur konvensional, serta keterbatasan infrastruktur untuk distribusi SAF di bandara-bandara Indonesia. Strategi mitigasi yang diusulkan termasuk pengembangan sistem rantai pasokan yang terintegrasi dan diversifikasi sumber kelapa dari berbagai wilayah di Indonesia, peningkatan efisiensi produksi dan advokasi untuk insentif pemerintah bagi penggunaan SAF, serta kerjasama dengan Pertamina dan otoritas bandara untuk pengembangan infrastruktur SAF.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menekankan bahwa proyek ini bukan sekadar tentang produksi bioavtur, melainkan tentang memposisikan Indonesia sebagai pemimpin global dalam inovasi energi terbarukan.
“Kemitraan ini membuka jalan bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga produsen dan innovator di bidang energi terbarukan,” ujar Handoko.
“Kami berharap bahwa dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan menjadi rujukan dunia dalam pengembangan dan produksi SAF berbasis kelapa.”
Visi jangka panjang proyek ini meliputi ekspansi kapasitas dengan pembangunan fasilitas produksi tambahan di wilayah-wilayah penghasil kelapa utama Indonesia, R&D lanjutan untuk pengembangan generasi kedua SAF dengan efisiensi lebih tinggi dan jejak karbon lebih rendah, transfer teknologi melalui pembentukan pusat pelatihan dan transfer teknologi untuk mendorong adopsi teknologi serupa di negara-negara berkembang lainnya, serta standarisasi global dengan mendorong adopsi standar global untuk SAF berbasis kelapa melalui forum internasional seperti ICAO dan IATA.
Proyek ini diharapkan akan memberi dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa Indonesia, mulai dari petani kecil hingga perusahaan besar. Peningkatan nilai ekonomi kelapa non-standar berpotensi meningkatkan pendapatan petani hingga 40%, sementara pada skala nasional, proyek ini diproyeksikan dapat menyumbang tambahan devisa negara sebesar US$ 500 juta per tahun pada kapasitas penuh.
Lebih dari sekadar proyek energi, inisiatif ini merepresentasikan transformasi Indonesia menuju ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi. Dengan memadukan sumber daya alam melimpah, keahlian teknologi Jepang, dan semangat inovasi Indonesia, proyek bioavtur ini menjadi model kemitraan internasional yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kepemimpinan global Indonesia di sektor energi terbarukan.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(afr)