KPK Pakai AI buat Periksa Laporan Harta Kekayaan Pejabat
LiveNews – Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memulai pengujian teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pihak KPK sedang menjajaki cara AI dapat membantu dalam upaya pemberantasan korupsi.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan hal ini dalam diskusi tentang pentingnya LHKPN dalam melawan korupsi pada 27 September lalu. Ia menjelaskan bahwa KPK bekerja sama dengan Pusat Studi Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Indonesia (Pusilkom UI) untuk menguji AI dalam memeriksa LHKPN dari sekitar 380 ribu pejabat.
Tujuan utama penggunaan teknologi AI ini adalah untuk mengurangi ketergantungan KPK pada informasi yang viral di media sosial. Dengan kata lain, KPK berupaya untuk menghindari tuduhan bahwa mereka hanya memeriksa LHKPN setelah menjadi viral di media sosial.
Pahala mengatakan, “Kami mencoba pendekatan yang lebih ilmiah. Meskipun ini masih dalam tahap uji coba, kami berharap dapat segera mengimplementasikannya. AI akan memberikan panduan tentang mana yang harus diperiksa dengan lebih cermat.”
Dalam laporan tahun 2022, Pahala menyebutkan bahwa tingkat pelaporan LHKPN telah meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, masih ada masalah terkait tingkat kepatuhan dalam melaporkan LHKPN.
Baca juga: Co-Founder DeepMind Ungkap Fase AI Selanjutnya Adalah AI Interaktif
Meskipun hampir semua pejabat telah melaporkan harta kekayaan mereka secara elektronik dengan tingkat mencapai 98,76 persen, masih ada pejabat yang tidak melaporkan surat kuasa mereka.
Selain itu, pemerintah juga sedang mempertimbangkan pengaturan penggunaan AI agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan AI dapat menimbulkan berbagai isu, termasuk kesalahan analisis yang berpotensi menghasilkan informasi yang salah, perlindungan hak cipta, dan masalah etika terkait nilai kemanusiaan.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, menyatakan bahwa pemerintah tidak bertujuan untuk menghambat inovasi dalam penggunaan AI. Namun, mereka ingin mengambil tindakan antisipatif terhadap risiko yang mungkin timbul. Pemerintah juga berdiskusi dengan UNESCO untuk mengatasi masalah etika terkait penggunaan AI.
“Kita tidak bisa menghentikan perkembangan teknologi ini. Kita harus menggunakan teknologi ini karena bermanfaat,” tegas Nezar.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(dwk)