Nasional

Deretan Kebijakan Nadiem Makarim yang Tuai Pro Kontra, Terbaru Penghapusan Skripsi

LiveNews – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengeluarkan aturan baru untuk kelulusan peserta didik jenjang S1 dan D4.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi disebutkan kalau mahasiswa jenjang S1 dan D4 tak lagi wajib membuat skripsi sebagai syarat kelulusan.

Sebagai gantinya, tugas akhir bisa berbentuk macam-macam, seperti prototipe, proyek lainnya dan bisa dikerjakan secara berkelompok.

“Bukan hanya skripsi tesis dan disertasi. Keputusan ini ada di perguruan tinggi,” kata Nadiem.

Baca Juga:Soal Kebijakan Mendikbud Tak Wajibkan Skripsi, Rektor UGM Sebut Bisa Kurangi Perjokian

Kebijakan ini seakan bakal mengubah wajah pendidikan di Indonesia yang selama ini sudah terbiasa dengan skripsi sebagai syarat kelulusan.

Bukan sekali ini saja Nadiem mengeluarkan kebijakan terobosan dalam dunia pendidikan. Beberapa di antaranya kontroversial dan memici pro kontra.

Apa saja kebijakan tersebut? Berikut ulasannya.

Program Organisasi Penggerak (POP)

Program Organisasi Penggerak yang digagas Nadiem Makarim pada 2020 lalu menuai beragam kritikan, karena akan mengeluarkan anggaran sebesar Rp595 miliar setiap tahunnya dari kas negara.

Baca Juga:Nadiem Hapus Skripsi Bikin Pro dan Kontra: Kampus Bilang Yes, Warganet No

Tak hanya soal anggaran, proses seleksi organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang akan menerima bantuan POP juga dinilai tidak transparan.

Oleh karena sejumlah kontroversi itu, Nadiem akhirnya menunda POP dan berjanji akan melakukan evaluasi.

Penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi

Pada 2021, Nadiem mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang penanganan kekerasan di perguruan tinggi.

Peraturan tersebut menjadi kontroversial karena terdapat kalimat ‘tanpa persetujuan korban’ sejumlah definisi kekerasan seksual dalam Pasal 5 Permendikbudristek itu.

Baca Juga:   Tak Lanjutkan Proyek ITF dan Pilih Bangun RDF, Heru Budi Dikecam

Alhasil sejumlah partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Peraturan Pembangunan (PPP) mengkritik pemilihan definisi itu.

Menurutnya, definisi tersebut seakan-akan memberikan ruang untuk terjadinya seks bebas di lingkungan pendidikan.

Membubarkan BSNP

Selain mengeluarkan kebijakan melalui peraturan menteri, Nadiem Makarim juga membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Mantan CEO Gojek itu lalu menggantinya dengan Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan. Adapun alasan Nadiem membubarkan BSNP karena lembaga tersebut dinilai tak penting dalam merumuskan standar pendidikan nasional.

Tak hanya itu, Nadiem juga menghilangkan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) dan menggantinya menjadi Balai Guru Penggerak berdasarkan PP Nomor 57 Tahun 2021.

Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia hilang

Nadiem sempat menjadi sorotan publik ketika Pendidikan Pancasila dan bahasa Indonesia tak muncul di PP 57 Tahun 2021.

Dalam PP tersebut tidak menyebutkan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing lainnya dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Hal ini menjadi kontroiversi karena UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan kalau pendidikan nasional di Indonesia diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terkait hal itu, Nadiem Makarim menyatakan akan meralat dan merevisi aturan tersebut.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

Related Articles

Back to top button